Year-End List: Gak Pernah Mati, Ini Daftar Film Drama Terbaik 2018
Film bergenre drama yang baik selalu bisa membolak-balikkan emosi para penontonnya. Di sepanjang tahun 2018, kami menyaksikan beberapa film drama terbaik yang memilki tema beragam mulai dari musik, olahraga, persahabatan, percintaan dan masih banyak lagi. Kami mengumpulkan daftar film drama terbaik 2018, yang bisa lebih baik dan sebaiknya tidak ditonton yang dirilis di tahun ini. Sudah siap untuk maraton film drama terbaik 2018 di akhir tahun nanti? Yuk simak daftar di bawah ini….
Film Drama Terbaik di Tahun 2018
“A Star is Born” merupakan remake dari film berjudul sama yang telah dirilis di tahun 70-an. Premisnya sangat sederhana, menggambarkan perjuangan seorang wanita yang memiliki talenta luar biasa bernama Ally (Lady Gaga) yang kurang percaya diri untuk menunjukkan bakatnya. Dibantu dengan rockstar Jackson Maine (Bradley Cooper), mereka bersama-sama menaklukan berbagai panggung sebelum Maine merusak dirinya sendiri dengan kecanduan alkohol dan ketergantungan terhadap obat-obatan. Dibantu dengan lagu-lagu yang cocok, film ini memainkan emosi para penontonnya yang bisa kamu baca ulasan selengkapnya di sini.
Film yang menggambarkan ketegangan antar ras di Amerika Serikat memang sudah cukup banyak. Sebut saja “Selma”, “12 Years A Slave” ataupun serial “Dear White People”. Namun “Blackkkklansman” memiliki karima tersendiri dengan humor-humor yang segar yang mampu menarik perhatian penontonnya dari awal hingga akhir. Seorang polisi berkulit hitam sengaja menyamar untuk masuk ke organisasi paling rasis di Amerika Serikat yakni KKK. Dibantu oleh rekan-rekannya, ia ingin membongkar rencana jahat organisasi ini untuk melakukan kerusuhan di kotanya yang bisa kamu baca kelanjutannya di sini.
“First Man” adalah film biografi dari astronot Neil Armstrong. Di sini kita tidak dipertontonkan teknis lebih jauh tentang bagaimana cara menjadi astronot atau merangkai roket, namun lebih dikisahkan tentang pribadi seorang Neil Armstrong yang mencintai keluarga dan negaranya. Perpaduan scoring yang sangat apik dan ketegangan-ketegangan yang dihadirkan mampu membuat penontonnya berdecak kagum. Baca ulasan kami selengkapnya di sini.
Banyak yang bilang bahwa “Crazy Rich Asian” terlalu overrated alias berlebihan. Namun menurut kami film ini menandakan angin perubahan di Hollywood yang mulai membuka pintunya bagi aktor-aktor keturunan Asia. Film yang diadaptasi dari novel karya Kevin Kwan ini juga merayakan keberagaman budaya Asia yang dipandang dari perspektif seorang Asia-Amerika, Rachel (ConstanceWu). Romansa yang ditampilkan juga memiliki porsi pas dan tidak berlebihan, ulasan selengkapnya bisa kamu baca di sini.
Awalnya kami hanya menganggap film ini sebagai film anak-anak biasa dengan jalan cerita yang mudah ditebak. Nyatanya kami sangat terhibur ketika menyaksikannya di bioskop. Akting aktor ciliknya mungkin masih sedikit kaku, namun cerita dari “Kulari Ke Pantai” sungguh menghibur ditambah dengan keindahan alam Indonesia yang ditunjukkan. Ingin tahu lebih lanjut? Baca di sini.
Ketika Wes Anderson mengumumkan akan membuat sebuah animasi stop-motion layaknya “Fantastic Mr. Fox”, para penggemarnya menunggu dengan antisipasi tinggi. Film ini mendapatkan sedikit kontroversi pasca perilisannya karena penggambaran budaya dan karakter Jepang oleh sutradara yang notabene tidak memiliki darah Asia sama sekali. Namun, Wes Anderson berhasil mematahkan anggapan-anggapan miring tersebut dengan ide cerita yang segar, animasi yang sangat smooth, ditambah voice actor dari bintang Hollywood kelas atas. Simak ulasannya lebih lengkap di sini.
Tayang dalam waktu singkat di jaringan bioskop tertentu di Indonesia, menonton “Tully” membuat kami memandang wanita dalam perspektif baru. “Tully” yang diperankan secara bagus oleh Charlize Theron adalah seorang ibu 2 anak yang sedang mengandung anak ketiganya. Sebagai ibu rumah tangga, tidak disangka ia menyimpan banyak beban serta kesusahan yang tidak pernah ia ungkapkan, bahkan pada suaminya sekalipun. Cerita selengkapnya bisa kamu simak di sini.
- Love for Sale
Genre drama tidak akan lengkap tanpa film romantis yang bisa membuatmu baper. “Love for Sale” karya Andibachtiar Yusuf patut kamu tonton jika kamu adalah jomblo akut seperti sang tokoh utama di film ini. Dibintangi oleh Gading Marten dan Della Dartyan yang sama-sama pertama kali menjadi peran utama, film ini berpusat pada sosok Richard yang belum kunjung mempunyai pacar. Ditantang oleh teman-temannya untuk segera mendapat pacar untuk diajak ke pernikahan salah satu dari mereka, Richard akhirnya memanfaatkan situs pencari jodoh. Tak disangka, kesalahan sistem membuat Richard menyewa si gadis selama 45 hari yang mengharuskan mereka terus berinteraksi. Tonton trailernya di sini.
“Creed 2” melanjutkan perjuangan Adonie “Donnie” Creed yang berkarir sebagai petinju mengikuti jejak sang ayah, Apollo Creed. Mengikuti ego dan nafsunya, Donnie Creed nekat menantang lawan yang jauh lebih unggu darinya tanpa mendengar saran dari Rocky Balboa (Sylvester Stallone). Film ini mampu membuat penonton deg-degan sekaligus mengerti tentang kisah di balik layar seorang atlit tinju. Di beberapa bagian memang terlihat di dramatisasi, tapi “Creed 2” tidak mengurangi esensi dari film pertamanya. Simak kelanjutan ulasannya di sini.
Alfonso Cuaron lagi-lagi memukau kami dengan suguhan terbarunya yakni “Roma”. Menceritakan kisah hidup seorang pembantu yang tinggal di Meksiko pada era 70-an, “Roma” memiliki kekuatan dalam membawa emosi penontonnya dari sudut pandang Cleo, sang tokoh utama. Kita juga diajak untuk menyelami jerih payah seorang wanita dalam mengasuh anak dan menghadapi berbagai polemik tanpa bantuan pria. Kami memutuskan untuk memasukkan film ini ke dalam daftar drama terbaik, karena kalau tidak, pasti kami akan menyesal. Baca ulasan selengkapnya di sini.
Dramanya Kurang Nampol, Bisa Lebih Baik Lagi!
Terkadang film drama tidak harus dramatis saja, tapi memerlukan plot yang seru, dialog yang mengesankan sampai sinematografi yang memukau. Sayang, beberapa film ini seperti kurang melengkapi beberapa elemen ini sehingga sedikit mengecewakan. Eits, bukan tidak bagus, cuman kurang greget!
“Aruna dan Lidahnya” sudah banyak menarik perhatian sebelum dirilis karena strategi marketing yang cukup unik. Para aktornya yakni Dian Sastrowardoyo, Nicholas Saputra hingga Hannah Al-Rashid banyak membuat konten-konten interaktif di Youtube ataupun bekerja sama dengan para sponsor untuk menjaring minat para penonton untuk berbondong-bondong ke bioskop. Meskipun sukses dari segi ini dan memperlihatkan coloring yang sangat vibrant, “Aruna dan Lidahnya” kurang memuaskan dari segi karakter karena penonton tidak diajak untuk membedah lebih dalam tentang masing-masing orang di dalamnya. Seandainya Edwin sang sutradara, memperhatikan detail ini dan mau menguliknya lebih dalam serta keluar dari batasan novelnya, “Aruna dan Lidahnya” bisa jadi suguhan yang memuaskan. Sinopsisnya bisa kamu baca di sini.

Film populer Netflix tahun ini adalah “To The Boys I’ve Loved Before” yang melambungkan nama Lana Condor dan Noah Centineo jadi pujaan baru di Hollywood. Chemistry antar kedua tokoh di dalamnya tidak bisa dipungkiri, tapi sepertinya ide cerita seperti ini tidak membuka peluang untuk twist atau pengembangan yang lebih jauh. Jadinya, plot mudah ditebak dan agak klise seperti film remaja kebanyakan. Simak reviewnya di sini.
Tahun 2018 banyak menyaksikan perpaduan live action dengan teknik animasi tingkat tinggi dan salah satunya adalah “Christopher Robbin”. Film yang mengisahkan tentang Christopher Robbin dari serial Winnie The Pooh yang telah tumbuh dewasa. Ceritanya cukup menyedihkan dan membuat penontonnya terharu. Tapi, hal yang mengganggu kami adalah animasi live dari tokoh-tokoh hewan seperti Pooh, Piglet, Eeyore, dan Tiger yang terlihat kucel dan kusam membuat film anak-anak ini justru terlihat kurang hidup. Baca ulasannya lebih lanjut di sini.

“Mamma Mia! Here We Go Again” melanjutkan kisah dari Mia (Amanda Seyfried), setelah seri pertamanya selesai. Mia yang telah menikah dan sedang mengandung buah hatinya, tampak kehilangan arah pasca meninggalnya sang ibu, Donna (Meryl Streep). Berkat bantuan sahabat ibunya, Mia menemukan kembali semangat untuk hidup dan menjalani kehamilannya. Di beberapa bagian, jalan ceritanya sedikit dipaksakan dan peralihan antara flashback dan masa kini sedikit membingungkan apalagi bagi mereka yang belum melihat film pertamanya. Simak reviewnya lebih lanjut di sini.
“Peter Rabbit” lagi-lagi menawarkan perpaduan live action dengan animasi yang cukup meyakinkan. Teknik yang bagus dengan tokoh-tokoh yang menggemaskan, sayang sekali harus hadir dengan plot yang bikin geregetan. Peter Rabbit digambarkan sebagai tokoh yang usil dan tidak sesuai dengan gambarannya yang kalem seperti di buku dongeng. Beberapa adegan juga terkesan dipaksakan untuk lucu, padahal bisa saja dengan cerita yang bagus “Peter Rabbit” akan mengikuti kesuksesan “Paddington 2” tahun lalu. Simak kelanjutan ulasan The Display di sini.
Dengan berat hati kami harus memasukkan “Bohemian Rhapsody” ke dalam daftar ini. Menceritakan tentang kisah hidup Freddie Mercury dan bandnya Queen, film ini terkesan sangat glossy. Maksudnya ialah ceritanya terlalu sempurna untuk dimuat di layar lebar, sedangkan pada kenyataannya kehidupan sang vokalis tidak seperti itu. Penggambaran hitam dan putih di film ini terlalu kentara, sehingga mengurangi kompleksitas yang seharusnya bisa dimunculkan. Film ini terbantu oleh akting Rami Malek yang spektakuler dan lagu-lagu Queen yang tak lekang oleh waktu. Simak ulasan selengkapnya di sini.
Fim Drama Terburuk di Tahun 2018
Menonton drama-drama ini dianjurkan dengan didampingi segelas teh hangat dan banyak kesabaran. Selain jalan ceritanya yang aneh dan banyak plot holes, film ini cukup disimak trailernya saja agar tidak terjerumus ke jurang amarah.
- Midnight Sun
- Fifty Shades Freed
- EL The Movie
- 212: The Power of Love
- Life Itself
Recommended Drama for 2019:
- Kucumbu Tubuh Indahku (Memories of My Body)
Film karya Garin Nugroho ini adalah film kelas festival dan sedikit menyinggung LGBTQ sehingga mengharapkannya untuk tayang secara luas di Indonesia sedikit sulit. Meskipun begitu, kalau ada kesempatan untuk menontonnya, kami tidak akan sungkan untuk segera menyerbu bioskop. “Kucumbu Tubuh Indahku” terinspirasi dari kisah hidup Rianto, seorang penari lengger yang kini telah berkarir di Tokyo. Dikisahkan Juno adalah pemuda yang ditinggalkan sang ayah, dan saat remaja memutuskan untuk ikut menjadi penari lengger. Ia diwajibkan memakai riasan dan pakaian wanita sehingga menimbulkan konflik batin di dirinya. Praktik-praktik sensualitas dan kekerasan yang mengirinya karirnya sebagai penari juga jadi bumbu menarik di film ini. Tonton trailernya di sini.
- The Favourite
“The Favourite” mengisahkan tentang kerajaan Inggris di awal abad ke-18 yang sedang berperang melawan Prancis. Dipimpin oleh Ratu Anne yang sakit-sakitan, seorang wanita muda bernama Abigail membantunya untuk tetap bertahta dan berhasil mengambil hati sang ratu. Di baliknya, ia memiliki motivasi untuk mengembalikan status bangsawannya yang sempat dicabut. Apakah niat Abigail (Emma Stone) benar-benar tulus ataukah ia hanya memanfaatkan kebaikan ratu Anne? Tonton trailer film komedi satu ini di sini.
- Boy Erased
Film bertemakan LGBT sangat sulit untuk masuk ke Indonesia meskipun mempunyai jalan cerita yang menakjubkan. Salah satu film bertemakan pencarian jati diri seorang LGBT muda yakni “Boy Erased”. Dibintangi oleh Nicole Kidman, Lucas Hedges, Joel Edgerton hingga Troye Sivan, film ini membuka mata kita dari perspektif seoarang anak LGBT yang dikucilkan oleh orang tuanya yang sangat religius karena mengakui orientasi seksualnya. Simak trailernya lebih lanjut di sini.
- 96
Industri perfilman India tidak lelah memberikan film-film berkualitas yang sering jadi pemenang di berbagai festival. Salah satu yang menarik perhatian kami di tahun ini adalah “96”. Film ini mengisahkan seorang wanita bisu yang jatuh cinta pada seorang berandalan. Ia berusaha untuk mengubah sang pria ke jalan yang lebih baik yang ternyata jauh lebih sulit dari yang ia kira. Tonton trailer film berbahasa Tamil tersebut di sini.
- Ave Maryam
Dibuat oleh sutradara Ertanto Robby Soediskam, film ini memasangkan Maudy Koesnaedi dan Chicco Jerikho. Maudy berperan sebagai seorang suster atau biarawati bernama Maryam yang bertugas merawat biarawati senior yang sakit-sakitan dan membutuhkan bantuan. Ia melakukan tugasnya dengan tulus dan ikhlas hingga seorang pastur muda yang diperankan Chicco Jerikho muncul. Mereka menunjukkan ketertarikan dan perhatian atas satu sama lain, hingga membuat Maryam bimbang dengan tugasnya sebagai biarawati. Akankah Maryam merelakan cintanya pada sang pastur muda dan tetap mengemban tugas suci tersebut? Film ini diancang-ancang untuk memenangkan beberapa penghargaan di tahun depan dan telah memantik beberapa kontroversi akibat plot dan pilihan pemerannya. Jujur saja, hal itu membuat kami semakin tertarik untuk menontonnya dan trailernya bisa kamu lihat di sini.
- In The Middle of Love
Ertanto Robby Soediskam tidak lantas merilis “Ave Maryam” lalu bersantai. Sutradara dan penulis naskah tersebut melanjutkan karyanya dengan merilis “In The Middle of Love” yang dibintangi oleh Laura Basuki dan Putri Marino. Dari beberapa snippet foto yang muncul dan bertebaran di internet, tampak Laura dan Putri mengenakan gaun pengantin seraya tertawa dan merokok bersama. Belum ada sinopsis resmi yang dibagikan oleh pihak distributor maupun sutradara, tapi hendaknya perpaduan aktris-aktris cantik ini cukup menarik perhatian calon penontonnya. Simak foto-foto dari set film “In The Middle of Love” di sini.
- Colette
“Colette” dibintangi oleh Keira Knightley dan mengisahkan tentang sastrawan Prancis bernama Colette yang menjadi ghostwriter sang suami yang sebenarnya tidak bisa menulis. Mereka menemui kesuksesan setelah meluncurkan “Colette A L’ecole” yang begitu digemari gadis-gadis belia di Prancis di awal tahun 1900-an. Perlakuan Willy sang suami, yang kasar, manipulatif, dan serakah akan harta membuat Colette bimbang apakah ia harus membocorkan rahasia besar mereka berdua ataukah terus mengarang dengan nama Willy agar mendapatkan untung. Film ini sangat detail menggambarkan berbagai kesulitan yang dialami penulis di era tersebut, dan terkekangnya wanita di jaman yang sangat patriarkis. Karena banyak mengandung unsur sensual dan LGBT, diragukan bahwa “Colette” akan ditayangkan di jaringan bioskop negeri ini. Tonton trailernya di sini!
Punya judul-judul film bergenre drama yang kamu sarankan untuk tim The Display tonton? Leave us a comment down below!