Review: “First Man” Mengisahkan Perjalanan Neil Armstrong ke Bulan
Damien Chazelle, sutradara sukses di balik film musikal “La La Land” kembali berkarya lewat sebuah film biopic dari astronot Amerika Serikat, Neil Armstrong berjudul “First Man“. Lagi-lagi ia menggandeng aktor Ryan Gosling untuk memerankan sang astronot legendaris. Kisah Neil sendiri dimulai dari awal tahun 60-an ketika Amerika Serikat dan Uni Soviet sedang dalam masa perang dingin. Persaingan eksplorasi antariksa di antara keduanya membuat masing-masing negara berusaha mengalahkan satu sama lain. Ketika Uni Soviet telah berhasil menerbangkan beberapa satelitnya di atmosfir bumi, NASA, badan antariksa AS mempunyai misi yang lebih ekstrim, yakni pergi ke bulan. Wacana sains yang juga diselingi aroma politik ini tidak semulus yang publik ketahui, karena percobaan-percobaan sebelumnya banyak mengalami kendala dan kegagalan. Berbekal tekad kuat serta motivasi untuk melakukan yang terbaik untuk negaranya, Neil Armstrong terpilih menjadi astronot yang mengendarai roket Apollo 11 yang berhasil mendarat ke bulan. Lalu, kalau sudah mengetahui akhir dari film ini, apa yang membuatnya begitu istimewa?

Di bagian ini, kami harus mengakui kecerdikan Damien Chazelle dalam memilih angle pengambilan gambar. Film yang mempunyai premis sederhana ini menjadi menegangkan ketika mata penonton diletakkan ke dalam kokpit pesawat ulang-alik. Kegagalan mesin, kecelakaan, turbulensi, serta kendala-kendala teknis lainnya yang biasanya hanya bisa dirasakan oleh pilot atau astronot ditunjukkan dengan benar-benar baik. Selain itu, untuk membuat plot yang ada semakin menegangkan, bumbu-bumbu drama ditampilkan dari interaksi Neil dengan istrinya, Janet Armstrong yang diperankan dengan sungguh mempesona oleh Claire Foy. Neil dan Janet yang kehilangan putri mereka, Karen, karena kanker digambarkan sangat terpukul oleh peristiwa ini. Keguguran banyak astronot lainnya yang gagal dalam misi juga turut menghantui Neil dalam misinya ke luar angkasa. Durasi yang cukup lama terkadang membuat para penonton merasa bosan. Di beberapa bagian, musik dibiarkan senyap untuk menampilkan suasana luar angkasa yang memang sunyi. Memang suasananya jadi ikut tegang, namun karena porsi adegan seperti ini cukup banyak, “First Man” bisa jadi sangat lambat bagi mereka yang suka film-film dengan adegan cepat. “First Man” yang sudah mulai ditayangkan di berbagai jaringan bioskop Indonesia sejak dua hari lalu patut ditonton bagi yang menyukai sains roket, sains fiksi atau sejarah.