Year End List: Film Sci-Fi Terbaik Sepanjang 2017
Untuk memenuhi hasrat pembaca (dan tim editor), The Display akan membuat suatu year-end list suka-suka yang memuat beberapa pilihan terbaik dan terburuk dari beberapa kategori film dan musik di sepanjang tahun 2017. Tahun ini kita banyak dimanjakan oleh film-film bergenre sci-fi yang merajai box office baik di Indonesia maupun worldwide. DC unjuk kekuatan dengan merilis dua film superhero andalannya. Marvel tidak mau kalah dengan merilis tiga film superhero di tahun ini. Selain dua perusahaan pop culture besar tersebut, terdapat beberapa film-film yang memukau penonton dengan konsep cerita yang unik, visual effect tajam serta tokoh yang karismatik. Tanpa banyak ba-bi-bu, mari kita mulai saja daftar film sci-fi terbaik dan terburuk di 2017 ini. Let’s go!
Film Sci-Fi Terbaik di 2017 (urutan acak)
Menonton tokoh mutan Logan di film ini tidak seperti karakter Wolverine sebelumnya yang selalu digambarkan sebagai tokoh yang kuat, siap membunuh siapa saja dengan kekuatan supernya. James Mangold menghadirkan Wolverine sebagai tokoh manusianya yakni Logan yang vulnerable, menua dan dilematis. Beberapa tahun setelah kaum mutan dibasmi karena dianggap berbahaya, Logan bersembunyi di suatu kota perbatasan Meksiko dan Amerika Serikat. Di tempat terpencil itu ia dan Professor X bersembunyi dari kejaran pihak-pihak yang ingin membasmi kaum mutan. Sebagai film franchise Wolverine terakhir yang diperankan oleh Hugh Jackman, Logan berhasil membuat tokoh ini relatable bagi para penonton. Meskipun ending dari film ini cukup klise, Logan menampilkan alur cerita yang baik. Baca review selengkapnya di sini.

Menyebut nama Bong Joon Ho sebagai sutradara, merupakan jaminan bahwa film tersebut akan menjadi tontonan yang seru. Sineas asal Korea Selatan ini selalu menghadirkan plot yang out-of-the-box, terbukti dalam film-filmnya seperti “Mother” atau “Memories of Murder” (recommended film buat kamu yang doyan thriller atau crime movies). “Okja” merupakan film sci-fi kedua setelah sutradara ini menggarap “Snowpiercer” yang brilian. Lagi-lagi Tilda Swinton memerankan pihak antagonis di “Okja” dan aktris ini tentu saja memberikan performa superb sebagai Lucy Mirando. “Okja” adalah nama dari makhluk buatan Mirando Corporation yang diklaim sebagai super-pig, hewan ramah lingkungan yang diharapkan bisa mengatasi isu pangan dunia. Mija sebagai pemelihara Okja mempunyai ikatan sangat kuat dengan hewan ini dan tidak rela jika ia harus berakhir di tempat pemotongan hewan. Perlawanan Mija membuat film yang awalnya kami kira akan penuh adegan action menjadi film yang penuh dengan tangis. Tokoh-tokoh di film ini mempunyai karakter kuat, visual effect yang dihadirkan pun layaknya film besar walaupun “Okja” bisa dinikmati di layanan streaming Netflix. Baca review selengkapnya di sini.
3. Thor: Ragnarok – Dir: Taika Waititi
Sebenarnya memasukkan franchise terakhir Thor dalam daftar ini sedikit dilematis karena film ini terlalu lucu dibandingkan edisi-edisi Thor sebelumnya. Tidak ada lagi Thor, dewa petir yang serius, sedih (almost all the time) dan sangat benci dengan adik tirinya, Loki. Thor di edisi Ragnarok ini humoris, sayang keluarga, dan sedikit lemah tanpa kehadiran Mjolnir. Bagi mereka yang hobi menonton garapan Taika Waititi, pasti sudah hafal dengan style jokes-nya yang singkat dan beruntun. Semua elemen Taika Waititi hadir di sini, termasuk adanya tokoh yang super nyeleneh (Grandmaster). Meskipun kontroversial, Thor: Ragnarok sangat menghibur dan adanya Hulk dan Dr. Strange di film ini bagaikan menonton edisi awal “Infinity War”. Baca review selengkapnya di sini.
4. War for The Planet of The Apes – Dir: Matt Reeves
Cerita fiksi “Planet of The Apes” asal Prancis ini telah dikembangkan sedemikian rupa oleh Hollywood, termasuk adaptasi film yang sedikit mengecewakan dari Tim Burton di era 90-an. “War for The Planet of The Apes” ini adalah seri ketiga dari serial film yang mengisahkan tentang sekelompok kera pintar yang dijadikan bahan percobaan laboratorium yang akhirnya mendirikan kerajaan mereka sendiri. Manusia digambarkan sebagai pihak jahat (humans are trash basically) yang menentang kera untuk hidup karena dikhawatirkan mereka akan menghapus ras manusia (insecure much). Caesar tidak lagi jadi kera yang super agresif, dia memilih untuk bersembunyi di hutan lebat dan melindungi keluarga dan kawanannya sebaik mungkin. Ia masih terbayang-bayang Koba yang sangat benci manusia, Caesar sendiri takut bahwa anggapan Koba benar bahwa manusia memang jahat. Ia sebisa mungkin meminimalisir kontak dengan manusia, kecuali manusia menyerang kawanannya. Disutradarai oleh Matt Reeves, film ini menyajikan visual effect yang sangat mumpuni. Kalau kamu melihat behind-the-scene dari film ini, niscaya kamu akan semakin kagum. Baca review selengkapnya di sini.
5. Get Out – Dir: Jordan Peele

“Get Out” ditahbiskan sebagai film terbaik 2017 oleh beberapa media terkemuka dan kamu rugi jika tidak menonton film garapan Jordan Peele yang sedikit absurd ini. Digambarkan Chris adalah pria Afro-Amerika yang berkencan dengan Rose Armitage, seorang wanita Kaukasia. Menjelang hubungan mereka yang makin serius, Rose mengajak Chris untuk menghabiskan weekend di rumah orang tua Rose. Awalnya tidak ada yang mencurigakan, sahabat Chris, Rod Williams pun mendukung hubungan mereka walaupun sedikit skeptis. Di kota tempat keluarga Rose tinggal, Chris merasa ada yang janggal mulai dari minimnya warga berkulit hitam di lingkungan rumah Rose. Serta adanya beberapa orang berkulit hitam namun mempunyai tatapan kosong. Unsur science fiction mulai terasa ketika ibu Rose yang seorang psychiatrist mulai menghipnotis Chris untuk suatu tujuan yang tidak akan kami spoiler di artikel ini. Jordan Peele yang terkenal akan sketsa komedinya di serial “Key & Peele”, membuat dark humor yang brilian dan banyak memasukkan sentimen-sentimen rasis yang sedang berkembang di Amerika Serikat. Film ini sempat ditayangkan secara singkat di Indonesia sebelum turun layar dan menurut kami layak mendapatkan dan memenangkan banyak nominasi. Baca review selengkapnya di sini.
6. Wonder Woman – Dir: Patty Jenkins
Finally, a DC movie that is at least decent. Sutradara Patty Jenkins ditunjuk untuk menggarap salah satu tokoh superhero penting dalam DC comic yakni Wonder Woman. Wonder Woman asal Themyrisca digambarkan sebagai tokoh semi Dewa yang sedikit naif, dan mengganggap bahwa dunia di luar pulau mereka baik-baik saja. Nyatanya di luar sana, dunia tidak seindah yang dia bayangkan karena manusia berperang satu sama lain. Dengan latar belakang World War 2, film Wonder Woman menghadirkan sosok superhero tidak hanya pada diri Diana Prince (Gal Gadot) namun juga tokoh lainnya. Warna yang dihadirkan dalam film ini memanjakkan mata penontonnya dan adegan perangnya sungguh badass. Kekurangannya mungkin terletak pada adegan slow-motion yang cukup banyak ditemukan di film ini. Baca review selengkapnya di sini.
7. Blade Runner 2049 – Dir: Dennis Villeneuve
Tiga puluh tahun bukanlah rentang waktu yang singkat untuk membuat sekuel suatu film sci-fi legendaris seperti “Blade Runner”. Pada akhirnya ide tentang sekuel film ini diwujudkan di tahun ini dengan Dennis Villeneuve sebagi sutradaranya. Akhir dari film pada sekuel pertama melihat Detektif Deckard kabur dengan replicant seri terbaru dari Tyrell Corporation, Rachael. Fast forward to the next 3o years, replicant jenis lama ini diburu oleh kepolisian karena beberapa terbukti membelot dari fitrahnya (tsaahh~~~ fitrah) sebagai robot pembantu manusia. Detektif K (Ryan Gosling) adalah salah satu pemburu itu meskipun dia sendiri adalah replicant terbaru dari Wallace Corporation (perusahaan baru yang menggantikan Tyrell setelah bangkrut). Pertemuannya dengan replicant lama membukakan wawasan baru baginya bahwa replicant juga memiliki hak untuk hidup. Film ini memang tidak sesukses sekuel pertamanya di bioskop, dan mungkin sedikit membosankan bagi yang belum menonton Blade Runner pertama karena durasi yang super panjang. Tetapi, film ini sangat memanjakkan panca indera penontonnya dengan suguhan visual effect keren dan warna yang vibran. Baca review selengkapnya di sini.
Film Sci-Fi di 2017 yang Seharusnya Bisa Lebih Baik
The Last Jedi sebagai seri ke-9 dari franchise Star Wars sebenarnya cukup menghibur. Karakter-karakter lama seperti Leia, Luke Skywalker, Chewbacca, R2D2, BB-8, C3PO membuat penonton bernostalgia. Tetapi terdapat banyak pekerjaan rumah bagi Rian Johnson dan sutradara berikutnya untuk diperbaiki. Karakter Kylo Ren yang diperankan oleh Adam Driver sangat emo. Emosinya meluap-luap dan terkadang tiba-tiba menjadi sedih. Kylo Ren layaknya anak kecil yang terjebak dalam tubuh dewasa, entahlah, mungkin di edisi Star Wars berikutnya Ren bisa menjadi individu yang tidak setengah-setengah dalam menjadi jahat atau baik, amin. Oh ya, sedikit spoiler, kematian supreme leader Snoke sangat……. biasa….. dalam istilah Jawa bisa disebut nggelethek. Kami mempunyai ekspektasi besar dalam pertarungan terakhir Snoke. Selain kekurangan-kekurangan tersebut, Star Wars: The Last Jedi merupakan fan service bagi para penggemar setia Star Wars (terutama yang baru mengikuti sejak The Force Awakens). Baca review selengkapnya di sini.
2. Alien: Covenant – Dir: Ridley Scott

Ridley Scott adalah masternya science fiction, ketika “Alien: Covenant” dibuat, kami berekspetasi film kedua dalam franchise ini lebih baik dari yang pertama. Namun ungkapan “yang pertama selalu berkesan” dapat diaplikasikan dalam film ini. Mengambil background story tepat setelah “Prometheus” usai, “Alien: Covenant” memang menghadirkan sosok alien yang lebih keji daripada film pertama. Namun Ridley Scott tampaknya terlalu fokus menghadirkan adegan-adegan sadis nan berdarah-darah di film ini, dan melupakan beberapa elemen penting yang bisa menjadikan film ini lebih enak untuk ditonton. Baca review selengkapnya di sini.
3. Spiderman: Homecoming – Dir: Jon Watts

Peter Parker (Tom Holland) telah merasakan sensasi menjadi superhero yang menyelamatkan banyak orang, saat bergabung dalam tim Avengers. That sense of feeling is addictive, dan Peter Parker semakin bersemangat untuk menjadi manusia super yang sesungguhnya. Kehidupan SMA yang membosankan tidak lagi menjadi concern utamanya, karena dia sekarang adalah Spiderman dan Tony Stark adalah pembimbingnya. Menonton film ini membuat kami sedikit kesal karena Peter Parker sungguh ceroboh dan tidak eling bahwa kemampuannya belum mumpuni. Banyak peristiwa-peristiwa naas yang seharusnya bisa dihindari kalau saja dia istighfar dan mendengar himbauan bibinya yang cantik, May atau teman nerd-nya, Ned. Selain itu, kami senang Marvel mau menyelematkan franchise Spiderman dari keterpurukan.
4. Guardians of The Galaxy Vol.2 – Dir: James Gunn

Kami jatuh cinta dengan seri pertama GoTG yang menghadirkan kumpulan mahkluk intergalactic yang outcast dalam satu grup. Film pertama ringan, lucu, dan sedikit sentimentil berkat ketidakjelasan asal usul Star Lord yang ternyata punya kekuatan luar biasa. Di film kedua, Peter Quill (Christ Pratt) banyak memeberikan jokes-jokes garing yang mungkin cocok dimasukkan dalam grup Whatsapp bapak-bapak sekitar. Ceritanya juga cukup predictable dan adegan-adegannya terlalu bombastis bagi pihak protagonis (tidak ada yang mati maka kurang seru). Semoga kehadiran mereka di “Infinity War” bisa memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi Marvel Cinematic Universe. Baca review selengkapnya di sini.
5. Justice League – Dir: Zack Snyder/Joss Wheedon
Apabila kami punya power dalam Hollywood, maka kami akan membuat peraturan bagi Zack Snyder untuk tidak menyentuh film DC comics selamanya. Setelah dikecewakan oleh Batman vs Superman dan Suicide Squad, lagi-lagi Snyder menghadirkan cerita yang sangat klise bagi kumpulan superhero DC comics. This is supposed to be a film where DC comics could prove their power against Marvel. Tetapi, nasi sudah menjadi bubur. Kami berdoa agar film-film DC comic lainnya seperti Aquaman tidak sejelek film ini. Amin. Baca review selengkapnya di sini.
Film Sci-Fi di 2017 yang Seharusnya Tidak Dibuat
Sebenarnya, tangan ini gatal untuk mengetik semua ungkapan kesedihan, kemarahan, dan frustasi atas film-film ini. Namun platform ini terlalu baik untuk dinodai dengan ungkapan kebencian atau kekecewaan yang begitu dalam. Kami tidak akan menuis review individual untuk film-film sci-fi di tahun ini yang seharusnya tidak dibuat sama sekali. Kamu cukup menontonnya sendiri dan menyadari bahwa kamu beruntung tidak membuang uangmu di 2017 untuk menonton film-film di bawah ini.
1. Rafathar – Dir: Bounty Umbara
2. Flatliners – Dir: Niels Arden Oplev
3. Ghost in The Shell Dir: Sanders
4. Bright – Dir: David Ayer