Review: Coldiac Hadirkan Musik Variatif Berakar Sama dalam Album “O”
Membicarakan tentang Coldiac tidak lepas dari musik mereka yang sangat appealing bagi generasi muda masa kini. Setelah sukses dengan album debutnya, band asal Malang ini tidak lantas terlena untuk berkarya sehingga lahirlah album “O” yang dilepas pada tanggal 12 Oktober 2018 lalu. Kami membutuhkan waktu sekitar seminggu untuk benar-benar mencerna album ini dan membandingkan proses musikalisasi serta pesan yang disampaikan oleh Coldiac melalui lirik-lirik yang tersaji. Di artikel ini, kami akan membagikan perspektif kami setelah mendengarkan album “O” dengan dua single yang telah dirilis sebelumnya yakni “TARA” dan “White Room”. Pertama-tama, album dibuka dengan intro berjudul “Mantra” yang menyajikan sedikit kisi-kisi dari keseluruhan album yang dirilis via GZZ Records ini. Track ini hanya terdiri dari sebait hook yang menjadi gerbang sebelum para pendengar masuk ke dalam wahana roller coaster Coldiac di album “O”.
Lagu kedua berjudul “Loving You is Like Playing A Losing Game” memberikan nuansa baru bagi band yang bermarkas di Jln. Mirah Delima, Malang ini. Nuansa pop 80’s begitu kental terasa dan ditampilkan secara maksimal lewat sentuhan synth, bass, dan melodi keseluruhan. Lagu ini seperti perpaduan antara Duran Duran, Hall & Oates, dan The 1975. Coldiac masih menyisakan akar musik mereka, namun menampilkan eksplorasi lebih jauh dari segi pengaruh musik. Lagi-lagi, lagu ini membahas tentang kisah percintaan yang kadang membuat bingung para penderitanya. Setelah permulaan yang cukup upbeat, pendengar dibuat semakin berbunga-bunga dengan “White Room”. Track ke-3 ini berisikan irama-irama khas Coldiac yang mengingatkan kita dengan album debut mereka. Lagu ini merayu para pendengarnya untuk bergoyang dan video klip-nya yang digarap oleh Wahyu Taufan Prialangga mampu menerjemahkan suasana ceria dan jatuh cinta yang terdapat di dalamnya. Permainan lighting serta koreografi yang ditampilkan sangat menggemaskan!
“Great Goodbye” menjanjikan ‘roller-coaster’ yang disebutkan Coldiac di dalam siaran pers yang kami terima. Bukan dari segi musik, roller-coaster yang dimaksud adalah perubahan atmosfir serta keseluruhan feel dari lagu. Setelah dibuat jatuh cinta, kali ini pendengar diantarkan pada perpisahan. Lagu yang dibuat bersama labelmate, Sal Priadi ini memiliki kekuatan pada alunan gitar elektrik yang dijadikan hook. Ternyata “Great Goodbye” mengantarkan kami pada salah satu lagu yang paling dramatis dari Coldiac yang pernah kami dengar. “The Sicilian Opera” menggabungkan aransemen yang megah dengan permainan bass yang paling ‘njeliimet’ yang pernah kami temui dari band satu ini. Sambadha (vokal, gitar) dan Bhima (bass) mengakui bahwa mereka terinspirasi dengan scoring dari film The Godfather dan sayang sekali lagu ini hanya berdurasi singkat sebelum menyajikan outro bernuansa R&B.
“Dance With Fire” memadukan vibe funk dengan betotan bass yang penuh serta sedikit nuansa city-pop melalui pilihan suara keyboard. Frase di bagian chorus mampu menempel di telinga kami sejak pertama kali mendengarnya. Lagi-lagi pendengar diputarbalikkan dengan track berikutnya yakni “TARA”. Nuansa R&B yang misterius dan gelap sangat kental terasa di lagu ini. Tema yang diambil pun cukup nyeleneh untuk Coldiac karena membicarakan tentang hidup di usia 20-an dan meninggalkan penyesalan di masa lalu. Seperti “The Sicilian Opera”, lead single dari album “O” ini memiliki outro yang berbeda sehingga cukup memberikan perubahan menyegarkan. Setelah dibuat ‘berkontemplasi’ sebentar dengan “TARA”, dua lagu berikutnya berbicara tentang roman picisan. Pertama-tama “Romance” memili tempo yang cukup upbeat, Sambadha memanfaatkan falsetto dengan porsi cukup besar di lagu ini. Coldiac sadar penuh bahwa mereka memiliki akar musik yang mirip-mirip di beberapa lagu mereka, namun mereka cukup cerdik untuk memberikan sedikit twist di bagian vokal, aransemen, atau lirik sehingga masing-masing lagu bisa mempunyai kepribadian masing-masing.
“Vow” adalah ‘Akad’ versi Coldiac, karena berisikan lirik-lirik paling romantis yang ada di album ini. Menceritakan tentang pernyataan cinta dan permohonan bagi seorang wanita untuk menjadi istrinya, “Vow” membuka gerbang ke roller-coaster Coldiac berikutnya yakni tempo yang diperlambat. “Belong” lagi-lagi menunjukkan suara falsetto dari para vokalis band yang masuk nominasi AMI Awards 2018 ini dan meskipun sedikit gampang dilupakan, lagu ini jadi jembatan bagi lagu berikutnya yang memiliki beat cukup energetik yakni “1982”. Seperti judulnya, lagu ini memiliki influence musik 80-an yang kuat. “Memory Lane” berisikan sedikit vokal dan banyak instrumen yang megah, nostalgis, sekaligus tepat untuk menjadi penutup dari album “O”. Secara keseluruhan, album ini memperkuat akar musik yang Coldiac telah tunjukkan sedari debut, namun penambahan banyak pengaruh musik lain seperti R&B, soul, orchestra, funk, serta pop era 80-an menjadikan “O” lebih dinamis dan tidak membosankan. Sesuai apabila mereka mendeskripsikan album ini seperti siklus kehidupan, dengarkan saja sendiri di berbagai kanal streaming digital seperti JOOX, Spotify, iTunes, Apple Music, Deezer dan lain-lain untuk membuktikannya!