Review: “X-Men: Dark Phoenix” Penuh Aksi Namun Minim Esensi
Kali ini sepertinya Marvel Comics dan 20th Century Fox harus mengakui bahwa film terbaru mereka di franchise X-Men yakni “X-Men: Dark Phoenix” meleset dari ekspektasi tinggi dari segi kualitas. Setelah hampir dua dekade mewarnai jagat raya perfilman dengan berbagai tokoh mutan yang legendaris seperti Wolverine, Storm, Professor X, hingga Quicksilver, kali ini X-Men mengenalkan tokoh baru yakni Dark Phoenix yang bernama asli Jean Grey (Sophie Turner). Diceritakan pada suatu masa, para mutan yang tergabung dalam X-Men dikirimkan dalam sebuah misi luar angkasa. Berangkatlah para mutan yang terdiri dari Jean Grey, Mystique, Cyclops, dan beberapa mutan lain. Sejauh ini so far, so good. Misi mereka adalah menyelamatkan beberapa astronot yang terjebak di luar angkasa untuk kembali ke bumi dengan selamat.
Di tengah misi yang mengharuskan mereka melakukan penyelamatan secara manual, secara tidak sengaja radiasi sinar kosmik meledak yang menyebabkan Jean Grey menjadi korban. Ia terekspos kekuatan kosmik yang luar biasa dan memberinya kekuatan yang mengerikan. Sekembalinya mereka ke bumi, barisan X-Men tidak bisa lagi mengendalikan kekuatan Jean Grey. Sang Dark Phoenix tumbuh terlalu kuat dan apabila tidak terkendali, ia bisa menjadi kutukan bagi umat manusia. Akankah X-Men mampu mengatasi kawan yang menjadi lawan? Apakah Jean Grey pada akhirnya bisa mengendalikan kekuatannya dan tidak terpengaruh kekuatan jahat yang diwakili oleh Vuk (Jessica Chastain)? Sebelum menganalisa film yang berdurasi 1 jam dan 54 menit ini secara lebih mendalam, kami tidak henti-hentinya heran dengan CGI yang kurang maksimal untuk film sekelas X-Men.
Apabila film berbudget rendah seperti “The Meg” menghasilkan CGI yang murahan, kami masih memakluminya. Toh, mereka tertolong dengan plot yang cukup seru. Namun tidak ada alasan bagi franchise sebesar X-Men dengan budget 200juta dollar AS untuk melakukan penghematan efek visual yang masif dan struktural seperti ini. Berbicara tentang plot, sepertinya kami tidak bisa melakukan pembelaan. Konklusi yang mengambang menurut kami tidak adil sebagai penutup perjalanan X-Men. Sutradara Simon Kinberg juga gagal menghadirkan setidaknya sinematografi yang memukau untuk menutupi plot, efek visual, dan ending yang mediocre. Tokoh-tokoh favorit seperti Quicksilver yang dalam film X-Men sebelumnya memainkan peran krusial kali ini tidak dimanfaatkan pada tempatnya. “X-Men: Dark Phoenix” bisa jadi bukan film X-Men terbaik yang pernah ada, namun bagi penggemar mutan-mutan, “X-Men: Dark Phoenix” layak dinanti kehadirannya. Meskipun begitu, kami yakin edisi terbaru X-Men akan tetap bercokol di box office. “X-Men: Dark Phoenix” telah tayang di waktu midnight dan akan tayang secara reguler mulai tanggal 14 Juni 2019 di berbagai bioskop tanah air.
Reviewer: Prasetya Ardhana/Editor: Novita Widia
Dokumentasi: 20th Century Fox Indonesia