27 Steps of May ReviewReview: Menguak Tabir Trauma dan Mental Illness Lewat “27 Steps of May”

Bulan April dan Mei tahun ini bagaikan surga bagi pecinta film di Indonesia, terutama mereka yang menjadi penikmat film karya sineas dalam negeri. Setelah kami dibuai oleh pengalaman sinematik visual di film “Ave Maryam”, dicampuradukkan emosinya oleh film “Kucumbu Tubuh Indahku”, saatnya “27 Steps of May” unjuk gigi. Film yang diganjar penghargaan aktris terbaik oleh Festival Film Tempo 2018 untuk Raihanuun ini dirilis di awal bulan Mei. Sutradara Ravi Bharwani mengadaptasi naskah yang ditulis secara apik oleh Rayya Makarim menjadi sebuah petualangan yang penuh emosi dan pergulatan batin. Film diawali oleh May (Raihanuun) yang sedang menikmati hiburan pasar malam. May yang saat itu masih mengenyam bangku Sekolah Menengah Pertama mengalami pemerkosaan oleh para preman yang meninggalkan trauma sangat mendalam di benaknya. May pulang dengan seragan compang-camping dan luka yang tidak bisa ia ungkapkan atau lupakan. Sang Bapak (Lukman Sardi) merasa gagal melindungi anak putri satu-satunya ini dan terus-menerus menyalahkan dirinya sendiri dan meluapkan emosinya di ring tinju. May pun melanjutkan hidup dengan berbagai beban mental yang menghambat hidupnya dan hidup ayahnya.

The month of April and May 2019 is like a gift that keeps on giving to movie enthusiasts, especially those who enjoy watching Indonesian movies. After we were blown away by the visual cinematic experience of “Ave Maryam”, being led into emotional rollercoaster through “Memories of My Body”, it is time for “27 Steps of May” to show what it got. The film which was awarded with Best Actress category for Raihanuun from Festival Film Tempo 2019 was released early in May. Director Ravi Bharwani adapted a script which was magnificently written and developed by Rayya Makarim who created an emotional and spiritual journey throughout the story. The film began with May (Raihanuun) who was enjoying herself at an amusement park after she got home from school. May who was then enrolled in junior high school faced an unfortunate event where she was raped by thugs at the amusement park. She went home with physical trauma and even deeper psychological trauma that she cannot erase. Her father (Lukman Sardi) felt that he had failed to protect his sole daughter and continuously blamed himself and threw his emotional baggage on a boxing ring. May continued her life with various mental illnesses that hinder her from enjoying much of her adulthood and also affected his father’s life in general. 

27 Steps of May Review

Ia takut untuk berinteraksi dengan semua orang, tidak berani keluar dari kamarnya, dan menjaga rutinitas yang ketat untuk membuat mentalnya stabil. Ia terus menerus hidup dengan kondisi tersebut dan menutup segala bentuk komunikasi dengan dunia luar. “27 Steps of May” bagaikan gerbang yang mengantar penonton Indonesia untuk memahami seorang penderita mental illness. Trauma yang dialaminya begitu berat hingga mengacaukan segala bentuk komunikasi sosial yang harusnya bisa berfungsi secara normal di usia dewasa. Rayya Makarim secara cermat merangkai seorang karakter kompleks yang tidak hanya mengalami satu spektrum mental illness, sesuatu yang jarang ditemukan di film Indonesia. Terkadang penggambaran penderita mental illness di berbagai film Indonesia secara dangkal ditunjukkan lewat adegan-adegan cliché, namun tidak dengan May di film ini. Karakter May secara meyakinkan menunjukkan berbagai kendala emosional yang tidak bisa diubah secara mudah dan bahkan bisa membekas selamanya.

She isolated herself from the outside world, she was afraid to interact with other people, let alone coming out of her own room. She kept a tight routine to maintain her mental and emotional state. She lived with those conditions which made her social and communication aspect barely functioned. Her trauma was too excessive and too hard to live with. Rayya Makarim meticulously crafted a complex character that did not only show one side effect of childhood trauma, a thing that we rarely find in Indonesian films. Sometimes, the portrayal of a person with mental illness on movies is often shallow without showing a deeper context to the background, but not for May in this movie. May showcases various symptoms of mental illnesses and emotional trauma that could last for a long time, or in some cases for a lifetime. 27 Steps of May Review

Salah satu yang kami sukai adalah betapa realistis dan dekat karakter May serta sang ayah dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Pengobatan penyakit mental yang membutuhkan terapi terus menerus membutuhkan biaya tidak sedikit, dan sang ayah yang hanya bekerja sebagai petinju amatir dan penjual boneka tidak bisa menyediakan pengobatan yang May butuhkan. Menjaga rutinitas dan pengobatan alternatif jadi satu-satunya jalan, dengan dibantu banyak doa dan harapan agar keadaan semakin membaik. Karakter sang ayah pun menunjukkan sisi seorang ayah dan kepala keluarga yang tidak selalu sempurna. Berbagai karakter pendukung di film ini juga membantu membangun alur cerita yang menunjukkan perkembangan karakter lain. Adegan-adegan di dalamnya tidak bombastis atau penuh dengan dialog, namun kesederhanaan adegan diperkuat dengan kekayaan gestur yang membuat penonton mengapresiasi kemampuan peran aktor dan aktris di dalamnya. Belum ditambah dengan ending yang membuat kami menyeka air mata haru. Film “27 Steps of May” tidak boleh kamu lewatkan dan sedang tayang di berbagai jaringan bioskop Indonesia.

One of many things that made us fall in love with this movie is how realistic the characters of May and her father to the daily lives of Indonesian commoners. Due to her father’s inability to provide a therapy session to heal her trauma, he resorted to what Indonesian knows best, prayer, hope, and some black magic on the side. The character of her father also showed another side of a man who was burdened with guilts. Various supporting characters in this movie also play a part in the development of the main roles. Without cramping larger than life scenes or dialogues, this film packed more punches its characters’ physical and facial gestures, which made us appreciate the acting of the actor and actress in the movie. Not to mention the ending which got us teary-eyed. “27 Steps of May” should not be missed and you’d better watch it while it is still screened nationwide!