
Review: Film “Widows” Tunjukkan Keperkasaan Wanita
Masih berpikir wanita terutama janda adalah makhluk lemah yang perlu dilindungi? Sekiranya kamu harus nonton “Widows” untuk mengubah pola pikir jaman baheula tersebut. Film action yang disutradarai oleh Steve McQueen tersebut telah tayang di berbagai jaringan bioskop Indonesia mulai 7 Desember 2018. Tidak tanggung-tanggung, aktor kelas atas seperti Viola Davis, Liam Neeson, Colin Ferrell, Michelle Rodriguez, hingga Daniel Kaluuya beradu akting di film berdurasi 2 jam 8 menit ini. Film ini mengisahkan tentang Veronica Rawlings (Viola Davis) yang harus menerima kematian suaminya, Harry Rawlings (Liam Neeson) yang tewas dalam sebuah misi perampokan.
Harry bersama ketiga kawannya merampok brankas senilai 2 juta dollar sebelum tertangkap oleh SWAT dan mati tertembak dan terbakar hangus. Uang yang dicuri tersebut ternyata adalah milik calon legislatif, Jamal Manning, yang sejatinya akan menggunakannya sebagai dana kampanye. Veronica yang sedang berduka tiba-tiba diberikan sebuah nomor brankas serta alamat oleh supir Harry yang berisi sebuah catatan. Catatan tersebut berisikan rencana perampokan berikutnya yang bernilai 5 juta dollar. Veronica terpaksa melakukan misi perampokan tersebut, karena Jamal Manning menuntut uangnya kembali tidak peduli apapun resikonya. Veronica pun merekrut istri-istri dari pria yang meninggal bersama Harry dan membentuk sebuah tim yang berisikan para janda.

Menonton film “Widows”, kamu harus menyiapkan hati dan pikiran untuk menerima twist yang datang bertubi-tubi. Di saat kamu berpikir jalan cerita akan mengarah ke suatu ending, maka Steve McQueen dan Gillian Flynn yang menulis skrip akan mengagetkanmu dengan segala bentuk perubahan plot. Viola Davis memberikan kemampuan akting terbaiknya di film ini, hingga pantas saja banyak kritikus menjagokannya sebagai aktris terbaik di Oscars 2019. “Widows” juga menyaksikan kecerdikan Steve McQueen dalam memasukkan sentilan-sentilan politik dan rasisme yang sekarang sedang banyak terjadi di Amerika Serikat. Sentilan ini wajar mengingat sang sutradara vokal dalam menyuarakan kesetaraan hak antar ras seperti terwujud di filmnya terdahulu yakni “12 Years A Slave”.
Menyaksikan para wanita bekerja sama dan menunjukkan kekuatan di film ini membuat para penontonnya berdecak kagum. Kesangaran para wanita tersebut tidak lantas mengikuti alur cerita feminisme klise kebanyakan, karena kami masih melihat kerapuhan mereka saat ditinggal para suami dan harus mencari nafkah sendiri. Di awal film, terdapat perpindahan adegan dengan timeline berbeda, dan banyak pula adegan yang hanya diperlihatkan sebagian. Namun, lama kelamaan semua benang kusut ini terurai satu per satu dan “Widows” jadi film yang menyenangkan untuk ditonton. Kami sangat merekomendasikan film ini bagi yang suka aksi kejar-kejaran dan wanita-wanita tangguh.