Cara Promosi Band Paling Efektif, Sebuah Editorial Reflektif dari Editor The Display
Tiap harinya, selalu ada suatu entitas musik entah band, solo, duo, trio, atau apapun itu yang mengeluarkan karya baru. Setelah menulis satu kalimat tersebut, saya terpaksa meneguk segelas air, karena menulis dalam Bahasa Indonesia 100% jauh lebih susah daripada Bahasa Inggris seperti yang biasa saya lakukan. Inti dari intro yang terkesan bak kalimat pembuka latar belakang skripsi tersebut adalah, dari sekian banyak band yang bermunculan, apakah ada suatu cara promosi paling efektif yang bisa diterapkan. Jawabannya ada dan hal ini krusial bagi para manajer dari band yang baru meniti karir di kerasnya dunia underground (tsaah). Menurut pengalaman saya yang cukup singkat di dunia skena independen, musik dan visual adalah dua faktor yang paling mendukung.
Semakin musik yang dimainkan digemari oleh pendengar, maka semakin mudah cara promosinya. Namun, hal tersebut kadang menjadikan satu genre musik populer menjadi oversaturated, ya, terlalu banyak ikan di satu kolam yang kecil. Si A muncul dengan pop-folk dan menciptakan hit, dan B, C, D, E mengekor genre tersebut dengan harapan, yah minimal bisa sepanggung, toh panitia event-event acapkali menentukan satu genre musik untuk acara yang dibuatnya. Apabila musikalitas band pas-pasan, maka cara mengakalinya adalah mengedepankan visual. Gaet member-member yang rupawan, minimal kalau lagu Anda tidak didengar, para penggemar masih mau mendatangi live show band Anda untuk mencuri momen-momen tampan/cantik dari para personel. Biasanya dengan diselipi harapan untuk berkenalan, bertukar nomor telepon, atau lainnya. Perbaiki packaging CD/kaset, visual aksi panggung dan wardrobe. Meskipun tidak enak didengar, toh masih menyenangkan untuk dilihat.
Apabila audio-visual masih kurang berhasil, cara kedua ialah networking. Beruntunglah bagi para band yang berada di circle yang tepat dan mempunyai teman-teman yang tepat pula. Meskipun cara ini 70% merupakan keberuntungan, Anda masih mempunyai 30% peluang untuk mengakalinya. Ikutilah sebuah lomba yang banyak diikuti para millennial, yakni panjat sosial. Caranya beragam, bisa mulai dengan mendekatkan diri ke lingkaran anak-anak populer dan punya influence besar seperti gig maker, produser, owner label rekaman, dan seterusnya. Bisa juga dengan menarik lawan jenis dalam jerat romansa yang berkedok mempromosikan band. Kalau berjalan lancar di kedua aspek, menyenangkan bukan? Cara ini sukses bagi mereka yang percaya diri, shameless, dan tidak sungkan untuk bercengkerama di lingkungan baru. Networking di era ini juga semakin mudah dengan adanya media sosial, tidak perlu bertemu pun Anda sudah bisa melakukan panjat sosyel. Sisihkanlah sedikit modal untuk membeli paketan internet, agar selalu up-to-date dengan kabar terbaru underground.
Kadang cara-cara tersebut sudah dilakukan, tapi tak satupun undangan manggung muncul dan jumlah followers band Anda stuck di angka tertentu. Apa yang terjadi? Anda butuh media. Terdengar sepele, dan mungkin diremehkan bagi band-band indie nasional yang tidak perlu susah-susah mencolek para awak media untuk mendengar materi mereka. Rajin pangkal pandai, rajin mengirim siaran pers dan materi pangkal terkenal. Recognition, sebuah pengakuan akan keberadaan Anda akan sangat terbantu apabila ada media yang mengulas musik Anda. Siaran pers adalah ujung tombak bagi band-band baru untuk merangkum apa sih tujuan Anda membuat materi tersebut, apa isi lagunya, dan bagaimana proses pembuatannya. Siaran pers yang baik adalah yang mencakup pertanyaan-pertanyaan mendasar tersebut. Buatlah dalam format yang rapi dan readable, berilah link sepantasnya dan kirim dalam jumlah secukupnya. Sertakan subjek yang jelas dan body e-mail yang informatif agar kami juga menghargai usaha Anda. Mungkin dibutuhkan artikel panjang khusus untuk membahas ini, mungkin saat editor mendapat ilham berlebih.
Masih banyak lagi cara promosi seperti memasang iklan (di media yang kredibel dan memiliki korelasi tentunya), menjalin kerjasama dengan entitas kreatif lainnya seperti komunitas atau seniman visual agar semakin dikenal di berbagai lapisan, dan lain-lain. Cara-cara yang saya sebutkan di atas kurang lebih merangkum inti dari kegiatan promosi sebuah band. Akankah berhasil? Bisa iya bisa tidak, tergantung amal dan ibadah. Semoga sebuah refleksi agak serius ini dapat diterima sebagai sebuah masukan, karena saya prihatin melihat potensi-potensi yang begitu besar disia-siakan hanya karena kurangnya promosi, mis-management, dan kentalnya unsur sentralisme dalam dunia musik. Semoga berhasil!
Penulis: Novita Widia (diedit sendiri pula)