Review: “1917” Pantas Diganjar Penghargaan Tertinggi
Judul film “1917” karya sutradara Sam Mendes mungkin tidak setenar “The Irishman” karya Martin Scorsese, “Once Upon A Time…In Hollywood” karya Quentin Tarantino, atau bahkan “Parasite” milik Bong Joon Ho dalam kategori film terbaik tahun 2019. Akan tetapi, semua keraguan tentang kualitas film berlatar belakang Perang Dunia ke-2 tersebut sirna ketika kami menghadiri special screening yang diadakan di CGV Cinemas, Grand Indonesia (17/1). Film yang telah memenangkan penghargaan “Best Motion Picture Drama Category” di ajang Golden Globes 2020 ini pantas mendapatkan semua pujian dan penghargaan yang telah didapatkan di sepanjang musim penghargaan kali ini. Mungkin jika di tahun “1917” perihal memberi pesan kepada kawan semudah dan secepat di tahun 2017, tentu tidak akan ada cerita tentang perjuangan mulia hidup dan mati hingga pengorbanan nyawa oleh dua orang tentara Inggris muda Kopral Schofield dan Kopral Blake.
Demi menyelamatkan satu batalyon dari taktik jebakan tentara Jerman, Kopral Schofield dan Kopral Blake diberi tugas oleh sang atasan untuk menyampaikan sebuah surat bagi Kolonel MacKenzie di Resimen Devonshire agar membatalkan penyerangan terhadap Jerman, karena hal tersebut dapat menyelamatkan kurang lebih 1.600 nyawa termasuk kakak dari Kopral Blake. Namun untuk menyampaikan pesan dalam secarik surat tersebut, Schofield dan Blake diharuskan menyeberangi teritorial musuh sambil dikerjar oleh musuh mereka yang lainnya yaitu waktu. Pesan tersebut harus sampai dalam waktu kurang dari 24 jam, sebelum penyerangan oleh Resimen Devonshire dilakukan.
Ada begitu banyaknya rintangan yang menghadapi kedua tentara Inggris yang berani ini tidak menyurutkan tekad mereka berdua untuk menyampaikan pesan tersebut langsung ke tangan sang kolonel. Hingga akhirnya di tengah jalan, karena kebaikan hatinya Kopral Blake justru harus mengorbankan nyawanya dan mengantarkan Kopral Schofield sendirian menyelesaikan misi penting tersebut.
Setelah berkali-kali baku tembak dengan tentara Jerman, Schofield yang pantang menyerah akhirnya berhasil melewati wilayah kekuasaan Jerman di Ecoust dan sampai kepada batalyon kedua di Resimen Devonshire tepat sebelum penyerangan dimulai. Janji seorang sahabat, tekad, dan keberanian yang dibawa oleh Schofield membawanya menyelesaikan misi tersebut dan membawa pesan sampai ke tangan Kolonel MacKenzie sehingga menyelamatkan ribuan sesama tentara Inggris lainnya dari kematian yang sia-sia.
Apiknya teknik pengambilan gambar long shot dalam film “1917” merupakan salah satu yang patut diapresiasi dalam film ini. Dimana teknik pengambilan gambar yang sama juga dilakukan pada film “The Atonement”, “Gravity”, dan “Birdman” yang berhasil memenangkan kategori Best Picture dalam penghargaan 87th Academy Awards. Sejak frame pertama sampai terakhir dalam scoring film dan efek visual yang sangat menakjubkan, penonton diajak untuk benar-benar masuk dan turut serta mengikuti perjalanan misi Schofield dan Blake yang mendebarkan hingga merasakan ketegangan yang sama.
Film “1917” benar-benar hadir dengan membawa kesegaran bagi para pecinta film bertema perang dunia maupun mereka yang hanya menikmati dramanya. Ada perasaan haru, sedih, senang juga bangga. Dengan jalan cerita yang sebenarnya sangat sederhana, film karya sutradara Sam Mendes ini memberikan kesan begitu kompleks secara emosi namun begitu indah dalam sinematografi. Tidak ragu lagi, kami merekomendasikan kamu yang menyukai adrenalin dan film peperangan untuk menyaksikan “1917” di jaringan bioskop CGV di kotamu!
Reviewer: Alessia Wyneini/Editor: Novita Widia