Review: “Lion King” Terselamatkan oleh Pumbaa dan Timon
Disney memiliki rencana besar untuk menggubah semua kartun klasiknya dalam sebuah film live-action. Film seperti Aladdin, Beauty and The Beast, Maleficent, Dumbo, The Jungle Book, hingga Christopher Robin (Winnie The Pooh) sudah dirilis dan masih banyak judul lagi yang akan mengikuti jejak mereka di tahun-tahun mendatang. Tahun ini cukup dinanti-nanti oleh penggemar Disney karena live action dari film “Lion King” akan dirilis dan disutradarai oleh Jon Favreau. Pemilihan Jon Favreau bukan tanpa sebab, karena ia telah sukses menampilkan ketegangan dalam film live-action The Jungle Book. Tidak tanggung-tanggung, Disney menggaet aktor dan aktris papan atas untuk mengisi suara dari hewan-hewan khas Afrika ini antara lain Donald Glovers (sebagai Simba), Beyoncé Knowles Carter (sebagai Nala), Chiwetel Ejiofor (sebagai Scar), Seth Rogen (sebagai Pumbaa), dan masih banyak lagi. Cerita dari versi nyata kali ini kurang lebih sama dengan versi kartunnya. Di padang savana yang damai di mana para hewan di Afrika hidup selaras, sekelompok singa menjadi penguasa yang bijaksana. Dipimpin oleh raja bernama Mufasa dan istrinya Sarafi, padang ini dipenuhi oleh kebahagiaan hingga sang anak yang dinamakan Simba lahir.
Simba, otomatis menjadi putra mahkota yang akan meneruskan tahta Mufasa membuat pamannya bernama Scar iri. Scar yang hidupnya dipenuhi kedengkian berusaha sekuat mungkin agar ia menjadi raja, tanpa dihalangi oleh sang kakak ataupun keponakan. Sebuah tragedi yang sudah diatur secerdik mungkin oleh Scar menyebabkan Mufasa tewas, saat mencoba menyelamatkan Simba. Simba yang dipenuhi dengan rasa bersalah dan bualan busuk dari pamannya kabur dan tidak pernah kembali. Scar pun menjadi raja di padang savana tersebut dengan membawa sekelompok hyena sebagai pasukan. Di bawah kepemimipinannya, para hewan tidak bisa hidup tenang akibat dibayangi oleh hyena yang tidak pernah puas.
Satu hal yang patut kami acungi jempol saat pertama kali menonton film “Lion King” ini adalah betapa detail dan nyata CGI yang ditampilkan. Efek visual yang mengisi hampir keseluruhan film membuat kami terpana, mulai dari detail alam yang luas hingga bulu-bulu halus para singa ditampilkan dengan sangat presisi. Terlepas dari kekaguman kami menyaksikan efek visualnya, terdapat satu kekurangan besar dari film ini yakni kurangnya emosi yang ditampilkan oleh para tokohnya. Apabila di versi kartun semua tokoh nampak ekspresif dengan gestur muka konyol ataupun bengis, emosi yang sama gagal ditampilkan oleh versi live-action ini. Karena bentuk hewannya sangat mirip dengan dunia nyata, maka ekspresi-ekspresi yang sangat komikal tersebut susah ditampilkan dan ditranslasikan lewat gerak tubuh hewan asli.
Untungnya film ini sedikit terselamatkan oleh tokoh Pumbaa dan Timon yang secara kocak memberingan angin segar lewat jargon mereka “Hakuna Matata” atau ide mereka yang nyeleneh. Separuh awal film ini sangat rawan membuatmu mengantuk, apalagi kalau kamu sudah familiar dengan jalan ceritanya. Namun jangan lewatkan aksi seru dan guyonan yang terlempar di separuh akhir film “Lion King”! Oh ya, satu lagi, soundtrack “Lion King” kali ini terasa lebih megah apabila dibandingkan dengan “Aladdin” yang kurang greget. Tonton “Lion King” di bioskop kesayanganmu!