Mental Illness 27 Steps Of May Gangguan Mental
Olahan: The Display
Mengenal Mental Illness Yang Diderita May dari “27 Steps of May”

Bulan Mei di Amerika Serikat diperingati sebagai Bulan Kesadaran Kesehatan Mental dan walaupun hal yang sama diperingati tiap bulan Oktober di tanah air, tidak ada salahnya untuk menghapus stigma terhadap penderita mental illness yang sebenarnya sangat jamak ditemukan di masyarakat sekitar mulai sekarang. Film “27 Steps of May” yang dirilis awal bulan ini mengenalkan kami pada tokoh May (diperankan oleh Raihanuun) yang merupakan seorang penyintas kekerasan seksual. Walaupun selamat dari peristiwa naas tersebut, ia menderita gangguan mental yang berakibat pada penurunan produktifitas dan komunikasi sosial. May juga memiliki gangguan mental yang cukup kompleks yang kami coba bedah lebih jauh lewat daftar di bawah ini. Mari mengenal beberapa gejala serta tipe-tipe gangguan mental lewat karakter May di bawah ini!Mental Illness 27 Steps Of May Gangguan Mental

  • PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder)

Salah satu gangguan mental yang sangat dominan pada diri May adalah Post Traumatic Stress Disorder atau disingkat sebagai PTSD. Sebagai seorang penyintas kekerasan seksual, trauma berat yang dideritanya adalah pemicu dari PTSD yang seringkali muncul. Tiap kali May melakukan kontak fisik dengan orang lain, hal tersebut mengingatkan kembali pada pemerkosaan yang dialaminya sehingga ia mengurung diri dalam zona aman. Trigger atau pemicunya seringkali seringkali minor dan diabaikan oleh orang sekitar penderita, namun berdampak sangat fatal bagi May. Kecemasan berlebih dan serangan panik (panic attack) jadi beberapa dampak yang timbul ketika PTSD menyerang. Sayangnya, May tidak memiliki pengobatan atau metode penyembuhan yang aman untuk menangani gejala ini. Tanpa pengobatan yang tepat, self-harm atau tindakan menyakiti diri sendiri jadi solusi May untuk melepaskan kepanikan. Menurut artikel dari Matthew Tull yang diunggah oleh situs Very Well Mind, sekitar lebih dari 90% penderita PTSD yang menyakiti diri sendiri adalah penyintas kekerasan seksual seperti May.Mental Illness 27 Steps Of May Gangguan Mental

  • Obsessive-Compulsive Disorder (OCD)

Salah satu coping mechanism dari tokoh May untuk menghindari pemicu yang membuatnya panik adalah dengan melakukan rutinitas ketat. Saking ketatnya, si May bisa jadi menderita Obsessive-Compulsive Disorder (OCD). OCD ini merupakan gangguan mental yang bisa bertahan lama dalam diri seseorang di mana timbul perasaan atau dorongan untuk membenahi hal-hal yang membuat resah. Dalam kasus May, warna-warna cerah nan mencolok, baju tidak rapi, hingga rambut acak-acakan menjadi beberapa hal trivial yang membuatnya resah dan mengingatkan ia terhadap suasana pasar malam, tempat ia diperkosa. Sehingga ia melakukan rutinitas yang hampir sama tiap harinya agar hal-hal ini tidak terjadi. Perubahan sekecil apapun seperti adanya keretakan kecil di tembok kamarnya membuat May tidak bisa berkonsentrasi dan muncul hasrat untuk segera memperbaikinya. Ia pun terobsesi pada warna-warna netral seperti krem, putih, dan abu-abu.Mental Illness 27 Steps Of May Gangguan Mental

  • Avoidant/restrictive food intake disorder (ARFID) atau Selective Eating Disorder

Selain menghindari warna-warna cerah dan ketidakteraturan, May juga sangat selektif dalam memilih menu makanan. Ia hanya mau mengonsumsi nasi putih, tumis tauge, tahu kukus, dan telur. Apa kesamaan dari empat makanan tersebut? Warnanya sama-sama putih. Masih berkaitan dengan trauma yang dialaminya saat remaja, May mengalami Avoidant/restrictive food intake disorder (ARFID) atau juga dikenal sebagai Selective Eating Disorder. Penderita dari ARFID ini dengan sadar dan sengaja menghindari makanan tertentu karena mengalami trauma terkait dengan makanan di masa lalu. Dalam kasus May, makanan berwarna-warni yang disuapkan secara paksa oleh pemerkosanya menjadi pemicu ia mengalami ARFID ini. Menurut artikel yang diunggah di situs National Eating Disorder, penderita ARFID ekstrim bisa mengalami kekurangan gizi hingga berbagai gangguan kesehatan pencernaan lainnya. Selain ARFID, menurut penelitian yang dilakukan oleh Dr. Katherine S. Hall dari Amerika Serikat yang ia publikasikan dalam tulisan ilmiah bertajuk “Post-Traumatic Stress Disorder, Physical Activity, and Eating Behaviors”, para penderita PTSD juga mempunyai kans lebih besar untuk mengembangkan kelainan perilaku makan seperti binge-eating yang menyebabkan obesitas.

Illness 27 Steps Of May Gangguan
Olahan: The Display
  • Social Anxiety Disorder (SAD)

Setelah mengalami pemerkosaan, selama 8 tahun May tidak pernah menginjakkan kaki keluar dari kamar tidurnya. Ia tidak pernah berinteraksi dengang orang lain selain sang ayah. Itu pun hanya melalui gestur tubuh dan ekspresi wajah, tidak pernah lewat perkataan atau dialog panjang. Adanya sosok asing atau benda yang tidak familiar bisa membuatnya panik, gemetaran, dan cemas. Social Anxiety Disorder yang dialaminya masih berkaitan dengan trauma dan sebisa mungkin ia menghindari suasana dan interaksi yang mengingatkannya pada riuhnya pasar malam kala itu. Ketakutan berlebih pada interaksi sosial dan sosok yang tidak familiar adalah ciri-ciri utama dari penderita SAD seperti yang ditulis oleh Robert M. Berman dan Franklin R. Schneier dari Universitas Columbia dalam buku “Social Anxiety Disorder” (Bandelow, Borwin. et al.). 

  • Selective Mutism

Selective Mutism adalah kasus di mana penderitanya menolak untuk berbicara dalam berbagai kondisi. Dalam kasus May, ia tidak pernah berbicara dan menggunakan gestur tubuh, ekspresi wajah, hingga tulisan untuk mengungkapkan pikirannya. Sebenarnya menurut sebuah jurnal yang ditulis oleh psikiater Priscilla Wong, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak-anak yang sedang dalam proses pengembangan kemampuan berbicara. Namun pada kasus selective mutism yang dialami pada usia dewasa akibat trauma atau serangan panik, hal ini masih menjadi misteri yang belum terpecahkan di dunia psikologi dan sains seperti yang diungkapkan oleh psychoterapist Jonathan Berent. Mengacu pada buku “Social Anxiety Disorder”, ketidakmampuan berbicara bisa jadi salah satu gejala yang timbul dari penderita SAD. Jadi, kedua fitur yang dimiliki oleh May ini bisa jadi terkait satu sama lain.

Menilik kasus mental illness yang dialamai oleh karakter May dari film “27 Steps of May”, spektrum dari gangguan mental bisa beragam dan seseorang bisa mengembangkan satu atau lebih gangguan mental akibat trauma mendalam. Butuh waktu yang tidak singkat serta dukungan dari orang-orang terdekat agar para penderita gangguan mental merasa aman dan nyaman untuk menjalankan fungsi sosial sehari-hari. Di film “27 Steps of May” mungkin hanya dibutuhkan sedikit kekuatan magis untuk menyembuhkan gangguan mental yang diderita May, namun pada realita dibutuhkan lebih dari sekedar magis untuk lepas dari kungkungan penyakit yang tak kasat mata ini. Kalau kamu mengenal seseorang dengan gejala-gejala di atas atau pernah merasakan penderitaan yang sama seperti yang telah kami jabarkan, jangan ragu untuk mencari bantuan di sekitarmu mulai dari bercerita hal-hal yang mengganggumu hingga berkonsultasi dengan para ahli di bidangnya. Seek help and put your mental health first!

Sumber:

Bandelow, Borwin. & Stein, Dan J. (2004). Social Anxiety Disorder. New York: Marcel Dekker, Inc.

Gavin, Davidson. et al. (2009). A Longitudinal Study of the Effects of Childhood Trauma on Symptoms and Functioning of People with Severe Mental Health Problems. Journal of Trauma & Dissociation, 10: 57–68.

Hall, Katherine S., et al. (2015). Post-Traumatic Stress Disorder, Physical Activity, and Eating Behaviors. Epidemiologic Reviews, 37(1), 1 – 13. DOI: 10.1093/epirev/mxu011

Noviana, Ivo. (2015). Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak dan Penanganannya. Sosio Informa, 1(1), 13 – 28.

Berent, Jonathan. ____. Adult Selective Mutism Remains Mystery to The Mental Health Profession. Diakses pada bulan Mei, 2019 di https://www.social-anxiety.com/selective-mutism/adult-selective-mutism-remains-mystery-to-the-mental-health-profession

The National Institute of Mental Health. (2016, January). Obsessive-Compulsive Disorder. Diakses pada bulan Mei, 2019 di https://www.nimh.nih.gov/health/topics/obsessive-compulsive-disorder-ocd/index.shtml

Tull, Matthew. (2018, November). Forms of Self-Harm Common in People with PTSD. Diakses pada bulan Mei, 2019 di https://www.verywellmind.com/ptsd-self-injury-2797509

Wong, Priscilla. (2010, Maret). Selective Mutism: A Review of Etiology, Comorbidities, and Treatment. Diakses pada bulan Mei, 2019 di https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2861522/

Still cut: 27stepsofmay.com