Review: Nostalgia Rasa Baru dengan “Keluarga Cemara”
Sulit membayangkan tumbuh di era 90-an tanpa sinetron “Keluarga Cemara” yang diadaptasi dari novel karangan Arswendo Atmowiloto. Film ini menyajikan kisah sehari-hari sebuah keluarga sederhana yang menemukan kebahagiaan di hal-hal kecil yang kadang luput dari perhatian keluarga lain. Inti cerita yang masih sama diadaptasi dalam sebuah film berjudul “Keluarga Cemara” yang dirilis oleh Visinema Pictures. Menjadi film Indonesia pertama yang kami saksikan di tahun 2019, film ini mengambil time frame keluarga cemara saat awal mereka mengalami kebangkrutan.
Abah (Ringgo Agus Rahman) yang ditipu oleh rekan bisnisnya terpaksa merelakan rumah serta harta bendanya disita. Emak (Nirina Zubir), Euis (Zara JKT48), dan Cemara (Widuri) harus menghadapi kenyataan pahit dan terpaksa tinggal di rumah warisan Aki di Bogor. Terbiasa hidup di kota dan serba berkecukupan membuat masing-masing anggota keluarga harus beradaptasi keras dengan kondisi yang mereka alami sekarang.
Gina S. Noer dan Yandy Laurens mengembangkan skrip yang membawa nostalgia pada cerita asli Keluarga Cemara namun dengan menambahkan relevansi di masa sekarang. Perubahan ini tidak mengurangi esensi kehangatan dan kekeluargaan yang terpancar dari film, yang ada, para penonton yang mungkin tidak mengalami kesusahan seperti keluarga ini seakan ditampar dengan betapa kuatnya mereka menghadapi hidup. Debut akting dari Zara JKT48 dan Widuri yang merupakan putri dari Agus Dwi Sasongko dan Widy Mulia sangat alami dalam perannya masing-masing.
Kalau biasanya peran remaja di sinetron Indonesia digambarkan dengan riasan norak dan aksesoris berlebih, remaja di film ini dikembalikan pada fitrahnya sebagai masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Sedangkan Widuri seperti menjadi dirinya sendiri dalam memerankan Ara yang sering mengeluarkan komentar-komentar polos nan jenaka. Chemistry dari Ringgo dan Nirina pun tidak kami sangka bisa menguras air mata penontonnya. Yandy Laurens hobi menggabungkam footage-footage makroskopik dari lanskap yang ada dengan rumah si Aki yang memang seperti menyatu dengan alam. Elemen-elemen cemara seakan dikuatkan dengan potongan-potongan gambar tersebut.
Fans garis keras Keluarga Cemara pasti sedikitnya khawatir bahwa penyesuaian cerita dengan jaman sekarang menjadi terlalu ekstrim. Namun kami bisa menjamin bahwa elemen-elemen yang ada di cerita terdahulu dimunculkan kembali dengan versi berbeda yang masih masuk di akal. Menurut kami, “Keluarga Cemara” membawa nostalgia rasa baru yang tetap menghangatkan hati para penontonnya. Satu hal yang mungkin bisa lebih diperhatikan adalah penempatan konflik yang bertubi-tubi kadang membuat kami takut liat Abah marah-marah terus. Ini saatnya kamu mengajak keluarga untuk nonton film “Keluarga Cemara” di bioskop!