MRT Interview Grunge BandGrunge Rock ala MRT, Band Jebolan Potlot Asal Jakarta

Mendengar nama MRT, publik umum mengartikannya sebagai Mass Rapid Transportation tapi kali ini yang kami maksud adalah sebuah band grunge rock asal Jakarta. Band ini baru saja menunaikan ibadah tour di berbagai kota di Pulau Jawa dengan Malang sebagai salah satu destinasinya. Kami memutuskan untuk sedikit sharing dengan MRT unutk menguak lebih dalam proyek yang berawal di tahun 2013 ini. Digawangi oleh Dimas (vokal), Shoni (gitar), Runsid (bass) dan Ajo (drum), mari simak lebih jauh obrolan kami dengan MRT yang telah merilis sebuah album di awal tahun ini.

The Display (TDP): Boleh diceritain dong, sejarah atau awal mula dari MRT gimana?
MRT (M)  : Ya awalnya masing-masing personil punya band sendiri-sendiri, sampe akhirnya Runsid dan Dimas yang pada waktu itu kuliah di jurusan yang sama, pingin bikin band rock yang slow. Kebetulan juga waktu itu Shoni baru masuk kampus, akhirnya kita ajak tuh gabung. Sampe akhirnya kita nyari drummer, karena drummer itu langka di kampus kita akhirnya ngajak salah satu junior Runsid di kampus, terus jadilah MRT di tahun 2013.

TDP: Ada alasan khusus milih genre grunge?
M : Sebenernya karena influence dari masing-masing personil itu ngacu ke band grunge yang ada di Seattle sana, kaya Soundgarden, Alice In Chain, Nirvana, dan Pearl Jam. Awalnya sih lebih condong ke Audioslave, nah karena vokalisnya Chris Cornell terus masuk juga ke Soundgarden dan akar-akar grunge lainnya. Sekaligus waktu itu di UI, nggak ada band grunge.

TDP : Awal tahun ini kalian merilis album “Revoke/Repent”. Apa yang mau di angkat dari album ini? Kan kalo cuma kritik aja yang
diangkat uda banyak tuh. Mungkin ada hal lain yang mau diangkat di album ini?
M : Sebenernya di album ini lebih ke cerminan kita si, jadi jatohnya untuk album ini kita gamau ikut-ikutan apa yang orang suarakan, kita lebih pengen nyuarain apa yang pingin kita suarain secara kita pribadi. Entah di kerjaan maupun di internal kita, karena kta pingin bikin album tuh yang jujur dulu, jadi ini karya kita, kita pingin ngebawa masalah-masalah yang ada di dalam diri
kita. Kurang lebih kaya sebelom kita kritik orang lain kita harus ngaca dulu kan gimana bentuk kita, harus sadar diri dulu kita gimana, refleksi diri lah.

TDP : Ceritain dong gimana proses pembuatan album ini?
M : Kira-kira pertama masuk studio rekaman 2014 di Rempoa, kita record lagu pertama waktu itu. Terus sampe tahun 2016 uda ada 9 lagu yang uda kita record, ditengah-tengah kita lagi nyiapin album kita ketemu tuh sama anak-anak POTS (red: Potlot). Awalnya malah kita bisa gabung di POTS itu dari becandaan temen kita yan waktu itu nyeletuk buat ngerilisin MRT, nah dari itu ternyata diseriusin jadi kita mikirnya “wah uda ada jalan nih”. Waktu proses hearing lagu itu menurut kita dari ke-9 lagu itu masi rada belang-belang, maksudnya masi belom ada sinergi diantara lagu-lagu yang kita bikin untuk di masukan dalam sebuah album. Sampe akhirnya ada beberapa lagu yang kita take ulang dan ada 3 lagu yang gak kita masukin. Ada juga perubahan lirik, karena tadinaya semua lagu MRT itu semua bahasa Inggris. Akhirnya ada 4 lagu yang kita ubah ke bahasa Indonesia, begitu pun aransemennya kita ubah juga waktu itu.

TDP : Ada alasan tersendiri pakai bahasa Inggris di lagu-lagunya?
M : Ini kebetulan banget sih sebenernya, ga ada yang kepikiran sebelumnya. Kalo Dimas nulis lirik itu otomatis pake bahasa Inggris, dan kebetulan background kita sastra Inggris, jadi kaya karena kebiasaan terus makin kesini jadi kaya makin natural kalo pake bahasa Inggris. Malah kalo kita nulis pake bahasa Indonesia itu takut salah, jadi kaya takut kurang jujur aja kwkwkw.

TDP: Kalau artwork dari album ini gimana?
M : Kita si lebih milih foto, karena kebanyakan album-album yang kita jadiin influence pada pake foto, dan kebetulanya bassis kita sendiri yang ngerjain. Karena mulai dari EP kita tahun 2016 itu Runsid juga yang garap (re: artwork album).

TDP : Kan kalian lagi tur nih, ada berapa kota yang mau dijamah?
M : 8 (Cirebon, Sukabumi, Subang, Bandung, Malang, Surabaya, Jogja, Semarang).

TDP : Sedikit pesan dan kesan setelah singgah di Malang ?
M : Sangat seneng liat atmosfir dan apresiasi temen-temen di Malang.

TDP : Harapan MRT untuk skena grunge ke depannya gimana?
M : Bisa lebih dilirik dan diapresiasi sama audiens.

TDP : Satu pertanyaan terakhir nih, maksutnya palu di art work MRT apa ya?
M : Kalo kita sendiri ngartiinya palu itu bias merusak tapi juga bias membangun.

Album teranyar dari MRT bertajuk “Revoke/Repent” yang telah dirilis via POTS bisa kamu nikmati di berbagai kanal digital seperti Spotify, Apple Music, iTunes, dan masih banyak lagi.

Interviewer: Dea Alief/Editor: Novita Widia