TRA! Amatir, Sebuah Pameran Seni di Tengah Banyak Keterbatasan
MALANG – Digagas oleh Malang Sub Pop yang bekerja sama dengan Kementerian Budaya Urban dan GoAheadPeople, sebuah pameran seni bertajuk TRA! Amatir dilaksanakan selama tiga hari dari 1 – 3 Mei 2018. Bertempat di Digital Lounge Telkom Kayutangan, acara ini menampilkan 20 seniman dengan lebih dari 20 karya yang dipamerkan. Karya seni tidak hanya berbentuk dua dimensi, namun juga tiga dimensi yang menggunakan berbagai media. Menempati ruang yang tidak terlalu luas, panitia memanfaatkan berbagai spot di Digital Lounge ini dengan sebaik-baiknya. Terdapat sekat-sekat yang memisahkan berbagai karya yang mengharuskan para pengunjung mengelilingi tempat ini untuk melihat semua karya seni. Di panggung utama terdapat dua buah instalasi yang bisa digunakan pula sebagai properti panggung. TRA! Amatir mengambil tema ‘pangan sebagai inspirasi, pangan sebagai eksotifikasi’ yang mengharuskan para seniman tamu maupun submisi menginterpretasikan tren pangan sesuai dengan ciri khas masing-masing.
Contohnya adalah karya milik Imanullah Nur Amalia yang menggambarkan berbagai objek dalam sebuah lukisan. Gambar yang didominasi warna merah tersebut berisikan potongan semangka dan seniman ingin menunjukkan tradisi berbagi makanan antar tetangga di Indonesia. Tradisi ini tetap dipelihara hingga sekarang, bahkan sepotong semangka pun seringkali dibagikan kepada para tetangga. Karya lain seperti instalasi dari Yoyok Satrio Nugroho menyindir kebijakan impor kedelai dari pemerintah Indonesia. Menggunakan bendera Amerika Serikat, siluet dari Donald Trump, Yoyok menyatakan bahwa tempe yang sehari-hari dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sejatinya berasal dari negeri Paman Sam. Yoyok juga membuat replika tempe yang dikemas dalam plastik yang ‘menjual’ untuk menandakan sisi kapitalisme dari industri ini.
TRA! Amatir tidak hanya memamerkan karya seni, acara ini juga menampilkan musik dari Coldiac, Beeswax, dan Ajer di hari pertama; live painting dari seniman Lulu Julia Abidin, Bintang Priyadmadi, dan Novan Tri yang dilanjutkan talkshow tentang fermentasi dengan Bobby Nugroho di hari kedua; serta penampilan musik dari Dizzyhead, Sal Priadi dan Future Room di hari terakhir. Sebagai ajang pameran seni, TRA! Amatir masih jauh dari sempurna. Dikarenakan keterbatasan tempat, jarak antar karya kurang luas sehingga masing-masing kurang mendapat sorotan yang layak. Lighting yang kurang memadai membuat kenyamanan menikmati karya berkurang.
Namun di tengah banyak keterbatasan dan kekurangan, TRA! Amatir menunjukkan semangat dari para seniman di Malang Raya untuk membuat sebuah pameran. Pemilihan karya yang unik serta mediumnya yang bermacam-macam selayaknya membuat TRA! Amatir sebagai pameran seni yang patut diperhitungkan. Mungkin dengan adanya venue yang lebih memadai, acara sejenis akan semakin digemari khalayak luas. Sudah waktunya Malang mempunyai galeri seni atau artspace yang layak bukan?